Kamis, 27 September 2012

MANFAAT SHOLAT DHUHA


Manfaat Sholat Dhuha Secara Medis

Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap tulang dan persendian badan dari kamu ada sedekahnya; setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Maka, yang dapat mencukupi hal itu hanyalah dua rakaat yang dilakukannya dari Shalat Dhuha.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Abu Hurairah r.a. berkata, “Kekasihku, Muhammad Saw. Berwasiat kepadaku agar melakukan tiga hal: Berpuasa tiga hari pada setiap bulan(Hijriah, yaitu puasa putih atau Bidl, tanggal 13,14,15), dua rakaat shalat Dhuha, dan agar aku melakukan shalat Witir dulu sebelum tidur.” (HR Bukhari-Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda: “Shalat Dhuha itu shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim)

Buraidah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam tubuh manusia terdapat 360 persendian, dan ia wajib bersedekah untuk tiap persendiannya.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang sanggup, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ludah dalam masjid yang dipendamnya atau sesuatu yang disingkirkannya dari jalan. Jika ia tidak mampu,maka dua rakaat Dhuha sudah mencukupinya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Peregangan sungguh mutlak diperlukan, untuk kesiapan kita menyongsong hari penuh tantangan. Dan, Rasulullah Saw. menyinggungnya dengan ungkapan santun: “hak dari setiap persendian.” Semuanya cukup dengan dua rakaat dhuha.

Shalat memang memiliki kombinasi unik dari tiap gerakannya bagi tubuh. Hanya saja untuk Dhuha, waktunyalah yang memang unik; waktu ketika tubuh memerlukan energy namun juga harus bersiap menghadang stress yang menerpa.

Dr. Ebrahim Kazim-seorang dokter, peneliti, serta direktur dari Trinidad Islamic Academy-menyatakan, “Repeated and regular movements of the body during prayers improve muscle tone and power, tendon strength, joint flexibility and the cardio-vascular reserve.” Gerakan teratur dari shalat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa terhadap system kardiovaskular.

Itulah peregangan dan persiapan untuk menghadapi tantangan, tapi bedanya dengan olah raga biasa adalah: pahalanya luar biasa! Abu Darda r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Wahai anak Adam kerjakanlah shalat empat rakaat kepada-Ku pada permulaan siang niscaya Aku akan member kecukupan kepadamu sampai akhir siang.” (HR at-Tirmidzi).

Terlebih lagi shalat Dhuha tidak hanya berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi hari dengan rangkaian gerakan teraturnya, tapi juga menangkal stress yang mungkin timbul dalam kegiatan sehari-hari, sesuai dengan keterangan dr. Ebrahim Kazim tentang shalat: “Simultaneously, tension is relieved in the mind due to the spiritual component, assisted by the secretion of enkephalins, endorphins, dynorphins, and others.”

Ada ketegangan yang lenyap karena tubuh secara fisiologis mengelurakan zat-zat seperti enkefalin dan endorphin. Zat ini sejenis morfin,termasuk opiate. Efek keduanya juga tidak berbeda dengan opiate lainnya. Bedanya, zat ini alami, diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol.

Jika barang-barang terlarang macam morfin bisa memberi rasa senang-namun kemudian mengakibatkan ketagihan disertai segala efek negatifnya- endorphin dan enkefalin tidak. Ia memberi rasa bahagia, lega, tenang, rileks, secara alami. Menjadikan seseorang tampak ebih optimis, hangat, menyenangkan, serta seolah menebarkan aura ini kepada lingkungan di sekelilingnya.

Subhanallah….Maka, shalat Dhuha-lah, peregangan sekaligus pereda stress. Inilah rehat yang tidak sekadar rehat. Daripada sekadar duduk-duduk mengobrol, ayo rehat dengan ber-Dhuha dan segera kembali beraktivitas setelahnya. Kemudian, rasakan bedanya!.
Semoga bermanfaat teman….

Jumat, 31 Agustus 2012

MANFAAT SHALAT MALAM

 MANFAAT SHALAT MALAM


Shalat malam, bila shalat tersebut dikerjakan sesudah tidur, dinamakan shalat Tahajud, artinya terbangun malam. Jadi, kalau mau mengerjakansholat Tahajud, harus tidur dulu. Shalat malam ( Tahajud ) adalah kebiasaan orang-orang shaleh yang hatinya selalu berdampingan denganAllah SWT.
Berfirman Allah SWT di dalam Al-Qur’an :
“ Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji.”
(QS : Al-Isro’ : 79)
Shalat Tahajud adalah shalat yang diwajibkan kepada Nabi SAW sebelum turun perintah shalat wajib lima waktu. Sekarang shalat Tahajud merupakan shalat yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan .
Sahabat Abdullah bin
Salam mengatakan, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
“ Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk Sorga dengan selamat.”(HR Tirmidzi)
Bersabda Nabi Muhammad SAW :
“Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnat di waktu malam” ( HR. Muslim )
Waktu Untuk Melaksanakan Sholat Tahajud :
Kapan afdhalnya shalat Tahajud dilaksanakan ? Sebetulnya waktu untuk melaksanakan shalat Tahajud ( Shalatul Lail ) ditetapkan sejak waktu Isya’ hingga waktu subuh ( sepanjang malam ). Meskipun demikian, ada waktu-waktu yang utama, yaitu :
1. Sangat utama : 1/3 malam pertama ( Ba’da Isya – 22.00 )
2. Lebih utama : 1/3 malam kedua ( pukul 22.00 – 01.00 )
3. Paling utama : 1/3 malam terakhir ( pukul 01.00 – Subuh )
Menurut keterangan yang sahih, saat ijabah (dikabulkannya do’a) itu adalah 1/3 malam yang terakhir. Abu Muslim bertanya kepada sahabat Abu Dzar : “ Diwaktu manakah yang lebih utama kita mengerjakan sholat malam?”
Sahabat Abu Dzar menjawab : “Aku telah bertanya kepada Rosulullah SAW sebagaimana engkau tanyakan kepadaku ini.” Rosulullah SAW bersabda :
“Perut malam yang masih tinggal adalah 1/3 yang akhir. Sayangnya sedikit sekali orang yang melaksanakannya.” (HR Ahmad)
Bersabda Rosulullah SAW :
“ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )
Nabi SAW bersabda lagi :
“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Jumlah Raka’at Shalat Tahajud :
Shalat malam (Tahajud) tidak dibatasi jumlahnya, tetapi paling sedikit 2 ( dua ) raka’at. Yang paling utama kita kekalkan adalah 11 ( sebelas ) raka’at atau 13 ( tiga belas ) raka’at, dengan 2 ( dua ) raka’at shalat Iftitah. Cara (Kaifiat) mengerjakannya yang baik adalah setiap 2 ( dua ) rakaat diakhiri satu salam. Sebagaimana diterangkan oleh Rosulullah SAW :“ Shalat malam itu, dua-dua.” ( HR Ahmad, Bukhari dan Muslim )
Adapun Kaifiat yang diterangkan oleh Sahabat Said Ibnu Yazid, bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat malam 13 raka’at, sebagai berikut :
1) 2 raka’at shalat Iftitah.
2) 8 raka’at shalat Tahajud.
3) 3 raka’at shalat witir.
Adapun surat yang dibaca dalam shalat Tahajud pada raka’at pertama setelah surat Al-Fatihah ialah Surat Al-Baqarah ayat 284-286. Sedangkan pada raka’at kedua setelah membaca surat Al-Fatihah ialah surat Ali Imron 18-19 dan 26-27. Kalau surat-surat tersebut belum hafal, maka boleh membaca surat yang lain yang sudah dihafal.Rasulullah SAW bersabda :
“Allah menyayangi seorang laki-laki yang bangun untuk shalat malam, lalu membangunkan istrinya. Jika tidak mau bangun, maka percikkan kepada wajahnya dengan air. Demikian pula Allah menyayangi perempuan yang bangun untuk shalat malam, juga membangunkan suaminya. Jika menolak, mukanya
disiram air.” (HR Abu Daud)
Bersabda Nabi SAW :
“Jika suami membangunkan istrinya untuk shalat malam hingga
keduanya shalat dua raka’at, maka tercatat keduanya dalam golongan (perempuan/laki-laki) yang selalu berdzikir.”(HR Abu Daud)
Keutamaan Shalat Tahajud :
Tentang keutamaan shalat Tahajud tersebut, Rasulullah SAW suatu hari bersabda : “Barang siapa mengerjakan shalat Tahajud dengan
sebaik-baiknya, dan dengan tata tertib yang rapi, maka Allah SWT akan memberikan 9 macam kemuliaan : 5 macam di dunia dan 4 macam di akhirat.”
Adapun lima keutamaan didunia itu, ialah :
1. Akan dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.
2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.
3. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh
semua manusia.
4. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah.
5. Akan dijadikan orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama.
Sedangkan yang empat keutamaan diakhirat, yaitu :
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti.
2. Akan mendapat keringanan ketika di hisab.
3. Ketika menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim, bisa melakukannya dengan sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar.
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan.

PENGERTIAN WARIS


Pembagian Waris Menurut Islam

 

A. Definisi Waris

Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain', atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Ayat-ayat Al-Qur'an banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah saw.. Di antaranya Allah berfirman:
"Dan Sulaiman telah mewarisi Daud ..." (an-Naml: 16)
"... Dan Kami adalah pewarisnya." (al-Qashash: 58)
Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw.:
'Ulama adalah ahli waris para nabi'.
Sedangkan makna al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar'i.

Pengertian Peninggalan

Pengertian peninggalan yang dikenal di kalangan fuqaha ialah segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris, baik berupa harta (uang) atau lainnya. Jadi, pada prinsipnya segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagai peninggalan. Termasuk di dalamnya bersangkutan dengan utang piutang, baik utang piutang itu berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan (misalnya pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya).

Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan

Dari sederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannya dengan harta peninggalan adalah:
1. Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewaris hendaknya menggunakan harta miliknya, dengan catatan tidak boleh berlebihan. Keperluan-keperluan pemakaman tersebut menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkan mayit, sejak wafatnya hingga pemakamannya. Di antaranya, biaya memandikan, pembelian kain kafan, biaya pemakaman, dan sebagainya hingga mayit sampai di tempat peristirahatannya yang terakhir.
Satu hal yang perlu untuk diketahui dalam hal ini ialah bahwa segala keperluan tersebut akan berbeda-beda tergantung perbedaan keadaan mayit, baik dari segi kemampuannya maupun dari jenis kelaminnya.
2. Hendaklah utang piutang yang masih ditanggung pewaris ditunaikan terlebih dahulu. Artinya, seluruh harta peninggalan pewaris tidak dibenarkan dibagikan kepada ahli warisnya sebelum utang piutangnya ditunaikan terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
"Jiwa (ruh) orang mukmin bergantung pada utangnya hingga ditunaikan."
Maksud hadits ini adalah utang piutang yang bersangkutan dengan sesama manusia. Adapun jika utang tersebut berkaitan dengan Allah SWT, seperti belum membayar zakat, atau belum menunaikan nadzar, atau belum memenuhi kafarat (denda), maka di kalangan ulama ada sedikit perbedaan pandangan. Kalangan ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa ahli warisnya tidaklah diwajibkan untuk menunaikannya. Sedangkan jumhur ulama berpendapat wajib bagi ahli warisnya untuk menunaikannya sebelum harta warisan (harta peninggalan) pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya.
Kalangan ulama mazhab Hanafi beralasan bahwa menunaikan hal-hal tersebut merupakan ibadah, sedangkan kewajiban ibadah gugur jika seseorang telah meninggal dunia. Padahal, menurut mereka, pengamalan suatu ibadah harus disertai dengan niat dan keikhlasan, dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang yang sudah meninggal. Akan tetapi, meskipun kewajiban tersebut dinyatakan telah gugur bagi orang yang sudah meninggal, ia tetap akan dikenakan sanksi kelak pada hari kiamat sebab ia tidak menunaikan kewajiban ketika masih hidup. Hal ini tentu saja merupakan keputusan Allah SWT. Pendapat mazhab ini, menurut saya, tentunya bila sebelumnya mayit tidak berwasiat kepada ahli waris untuk membayarnya. Namun, bila sang mayit berwasiat, maka wajib bagi ahli waris untuk menunaikannya.
Sedangkan jumhur ulama yang menyatakan bahwa ahli waris wajib untuk menunaikan utang pewaris terhadap Allah beralasan bahwa hal tersebut sama saja seperti utang kepada sesama manusia. Menurut jumhur ulama, hal ini merupakan amalan yang tidak memerlukan niat karena bukan termasuk ibadah mahdhah, tetapi termasuk hak yang menyangkut harta peninggalan pewaris. Karena itu wajib bagi ahli waris untuk menunaikannya, baik pewaris mewasiatkan ataupun tidak.
Bahkan menurut pandangan ulama mazhab Syafi'i hal tersebut wajib ditunaikan sebelum memenuhi hak yang berkaitan dengan hak sesama hamba. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa hak yang berhubungan dengan Allah wajib ditunaikan oleh ahli warisnya sama seperti mereka diwajibkan menunaikan utang piutang pewaris yang berkaitan dengan hak sesama hamba. Hanya saja mazhab ini lebih mengutamakan agar mendahulukan utang yang berkaitan dengan sesama hamba daripada utang kepada Allah. Sementara itu, ulama mazhab Hambali menyamakan antara utang kepada sesama hamba dengan utang kepada Allah. Keduanya wajib ditunaikan secara bersamaan sebelum seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan kepada setiap ahli waris.
3. Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris selama tidak melebihi jumlah sepertiga dari seluruh harta peninggalannya. Hal ini jika memang wasiat tersebut diperuntukkan bagi orang yang bukan ahli waris, serta tidak ada protes dari salah satu atau bahkan seluruh ahli warisnya. Adapun penunaian wasiat pewaris dilakukan setelah sebagian harta tersebut diambil untuk membiayai keperluan pemakamannya, termasuk diambil untuk membayar utangnya.
Bila ternyata wasiat pewaris melebihi sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkannya, maka wasiatnya tidak wajib ditunaikan kecuali dengan kesepakatan semua ahli warisnya. Hal ini berlandaskan sabda Rasulullah saw. ketika menjawab pertanyaan Sa'ad bin Abi Waqash r.a. --pada waktu itu Sa'ad sakit dan berniat menyerahkan seluruh harta yang dimilikinya ke baitulmal. Rasulullah saw. bersabda: "... Sepertiga, dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya bila engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan hingga meminta-minta kepada orang."
4. Setelah itu barulah seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan kepada para ahli warisnya sesuai ketetapan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama (ijma'). Dalam hal ini dimulai dengan memberikan warisan kepada ashhabul furudh (ahli waris yang telah ditentukan jumlah bagiannya, misalnya ibu, ayah, istri, suami, dan lainnya), kemudian kepada para 'ashabah (kerabat mayit yang berhak menerima sisa harta waris --jika ada-- setelah ashhabul furudh menerima bagian).


Minggu, 26 Februari 2012

ISLAM PERIODE MEKKAH DAN MADINAH

1. Periode Mekkah: Sebuah Pijakan Awal

Dalam sebuah tabligh akbar, penceramah berkata pada para jama'ah :
"Bangsa Arab adalah bangsa yang tidak bermoral, bejat, munafik, licik dan bukan hanya sering terjadi pembunuhan terhadap klan lain dan biasanya berlanjut dengan peperangan, mereka juga tidak ragu-ragu membunuh anak perempuan mereka. Pada bangsa yang a moral dan a susila seperti inilah Tuhan menurunkan Nabi Muhammad SAW. Walhasil, Nabi diutus kepada bangsa Arab karena kejahiliyahan bangsa tersebut dan tugas Nabi-lah untuk menyempurnakan akhlak mereka."
Benarkah Nabi diutus di Mekkah karena masyarakat Mekkah paling bejat? Prof. DR. HM. Quraish Shihab, MA menyangsikan tesis tersebut. Baginya, "pemikiran ini terlalu dangkal, karena masih banyak faktor yang lebih ' ilmiah' dan lebih beradab." Menurut beliau, pada masa Nabi terdapat dua adikuasa. Pertama, Persia yang menyembah api dan ajaran Mazdak mengenai kebebasan seks yang masih berbekas pada masyarakatnya sehingga permaisuri pun harus menjadi milik bersama. Kedua, Romawi yang Nasrani yang juga masih dipengaruhi oleh budaya Kaisar Nero yang memperkosa ibunya sendiri dan membakar habis kotanya. Kedua adikuasa ini bersitegang memperebutkan wilayah Hijaz. Karenanya tidak mungkn Islam hadir di keduanya atau salah satunya. Selain itu, Mekkah (pusat Hijaz) tempat bertemunya para kafilah Selatan dan Utara, Timur dan Barat. Penduduk Mekkah juga melakukan "perjalanan musim dingin dan musim panas" ke daerah Romawi dan Persia. Ini akan memudahkan penyebaran pesan.
Satu faktor lain yang mendukung Mekkah adalah bahwa masyarakat Mekkah belum banyak disentuh peradaban. Pada saat itu masyarakat Mekkah belum mengenal nifaq dan mereka pun keras kepala, serta lidah mereka tajam (QS 33: 19). Memang, kemunafikan baru dikenal di Madinah. Sulit dibayangkan bila di awal perkembangan Islam sudah ada kemunafikan. Sementara itu, suku yang paling berpengaruh di Mekkah adalah Quraisy. Suku Quraisy memiliki dua keluarga besar, Hasyim dan Umayyah. Yang pertama memiliki sifat jauh lebih mulia dibanding yang terakhir. Dari keluarga Hasyim lah Muhammad lahir. (Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung, Mizan, 1994, 48-51)
Betapapun kutipan di atas dimaksudkan untuk membantah pendapat bahwa Muhammad diturunkan di Mekkah karena bangsa tersebut paling bejat, namun secara tidak langsung kita telah mendeskripsikan konstelasi politik tingkat dunia ketika Islam lahir, kondisi Mekkah sebagai tempat perdagangan, ciri umum penduduk Mekkah dan kebiasaannya berdagang ke luar Mekkah, suku dan dua keluarga besar (klan) dalam masyarakat Mekkah. Ini semua menjadi bekal bagi kita untuk memahami konteks sosio-religius pada periode Mekkah.
Mengingat pentingnya klan dalam komunitas Mekkah, maka Nabi diperintahkan untuk mula-mula menyebarkan Islam di kalangan kerabatnya (QS 26:214-215) --jangan dilupakan besarnya pengaruh suku Quraisy di kalangan penduduk Mekkah. Karenanya bisa dibayangkan betapa terpukulnya Muhammad ketika ia mengumpulkan keluarganya dalam suatu jamuan santai dan berpidato meminta mereka ke jalan Allah, ternyata keluarganya menolak dan hanya Ali bin Abi Thalib yang berani dan mau menjadi pembantunya. Puluhan orang yang hadir mentertawakan Muhammad dan Ali. Tidak seorangpun menyadari bahwa beberapa di antara para undangan ini akan ditebas oleh Ali di medan Badr, empat belas tahun kemudian, sebagai bukti kesungguhan Ali.
Besarnya pengaruh keluarga di Mekkah jugalah yang, salah satunya, membuat Hamzah memeluk Islam, yakni ketika Abu Jahl --dari klan Hanzhalah-- mencaci dan mengejek Muhammad, lalu orang-orang melapor pada Hamzah --paman dan sekaligus saudara sesusuan Muhammad-- yang menghajar kepala Abu Jahl dengan busur panahnya. Insiden ini akan berbuntut panjang kalau saja spirit klan saat itu tidak segera padam.
Ketika Abu Thalib masih hidup, klan Hasyim memberikan perlindungan pada Muhammad dan tidak ada yang berani membunuh Muhammad karena klannya akan membalas nantinya. Keadaan berbeda ketika Abu Thalib wafat dan klan Hasyim --lewat Abu Lahab-- melepaskan perlindungan atas Muhammad. Itu berarti, klan manapun yang dirugikan oleh agama ini dapat membunuh Muhammad dan tidak ada klan yang akan menuntut balas. Sejak itu Muhammad dikejar-dikejar dan terpaksa lari ke Tha'if seraya memohon perlindungan pada (berturut-turut) Mas'ud, Abdu Yalail, Habib, Akhnas, Suhayl dan Mut'im bin Adi. Yang terakhir inilah yang bersedia melindungi Muhammad atas nama klannya. Bertahun kemudian,ketika ditanya Aisyah, Rasul menjawab: "Hari-hari hidupku yang paling getir, adalah dulu, ketika ditengah bangsamu, nasibku bergantung pada belas kasih Abdu Yalail". (Disarikan dari H. Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah, Bandung, Mizan, 1990, khususnya bab 12 dan 23)
Ketika Islam hadir di Mekkah dapatlah kita baca dalam beberapa literatur bahwa pada periode Mekkah bercirikan ajaran Tauhid. Tetapi sesungguhnya bukan hanya persoalan teologis semata, juga seruan Islam akan keadilan sosial, perhatian pada nasib anak yatim, fakir miskin dan pembebasan budak serta ajaran Islam akan persamaan derajat manusia, yang menimbulkan penolakan keras penduduk Mekkah pada Muhammad. Bagi mereka, agama ini tidak hanya "merusak" ideologi dan teologi mereka, tetapi juga "merombak" kehidupan sosial mereka.
Contoh menarik, misalnya, QS 9:13 tentang kata "karim" (lihat Syamsu Rizal Panggabean, "Beberapa Segi Hubungan Bahasa Agama dan Politik dalam Islam", dalam Islamika, No. 5, 1994, h. 4-5). "Karim" dalam masyarakat jahiliyyah merupakan bagian penting kode etik muru`ah --cita-cita moral tertinggi masyarakat Arab jahiliyah yang mencakup antara lain, kejujuran, keberanian, kesetiaan dan kedermawanan serta keramah-tamahan. Keberanian dan kedigjayaan terutama ditunjukkan pada saat pertempuran dan penyamunan. Loyalitas terfokus pada ikatan-ikatan kesukuan dan perjanjian. Kedermawanan dan keramah-tamahan terutama ditunjukkan dalam menjamu tamu, dan seringkali dengan maksud meninggikan status seseorang di hadapan tetamunya.
Konsep "karim" di atas mengalami perubahan makna yang drastis ketika Qur'an dengan tegas mengatakan bahwa manusia yang paling karim (akram) dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa kepadaNya. Bagi yang tidak mengetahui konteks di atas, pernyataan al-Qur'an itu akan terdengar biasa saja. Tapi bagi orang-orang pada masa Muhammad, pernyataan di atas betul-betul radikal. Jika konteks Arab jahiliyyah berikut kedudukan kata karim dalam pandangan-dunia mereka dipahami, maka yang terjadi adalah revolusi cita-moral Arab. Bukan orang yang berharta banyak, menang dalam pertempuran dan seorang bangsawan yang disebut karim, tapi mereka yang bertakwa. Implikasinya, budak hitam legam pun dapat dipandang karim. Radikalisasi makna pandangan-dunia (weltanschaung) Arab jahiliyyah yang dilakukan Islam seperti inilah yang sedikit banyak menggoncang penduduk Mekkah.
Dapatlah diambil kesimpulan secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada kurun Mekkah belum lagi tercipta sebagai sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan klan.Negara Islam juga belum terbentuk pada kurun Mekkah. Ajaran Islam pada kurun Mekkah bercirikan tauhid dan dalam titik tertentu terjadi radikalisasi makna dalam weltanschaung Arab jahiliyyah yang berimplikasi mengguncang tataran sosio-religius penduduk Mekkah. Kita akan melihat bagaimana ciri umum ajaran Islam dan masyarakat Islam pada periode Mekkah berkembang pada periode Madinah, untuk itu mari kita "hijrah" ke Madinah di bawah ini.

2. Periode Madinah: Kesempurnaan Agama Islam

Hijrah ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja (atau sekonyong-konyong). Ada beberapa pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan negara Islam. Kehadiran Rasul melalui peristiwa hijrah ke dalam masyarakat Madinah yang majemuk amat menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut: (1) Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar, (2) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw., (3) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme, (4) Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizha.
Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan conflict dan tension. Pertentangan Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga diterimanya Rasul di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua klan tersebut karena kedua klan tersebut membutuhkan "orang ketiga" dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri. Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Nabi mampu "menjinakkan" mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah.
Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan "Piagam Madinah"(lihat Ibn Hisyam, Sirah an-Nabawiyah, h. 301-301). Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses berdirinya negara Madinah, meskipun Nabi, selaku "mandataris" Piagam Madinah tidak pernah mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tak satupun ayat Qur'an yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Nabi saw.memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut.Walhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala negara.
Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada periode Madinah ajaran Islam merupakan kelanjutan dari periode Mekkah. Bila pada periode Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah "perlawanan" dalam bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.
Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur "sempurna", juga ayat tentangetika, tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan,dan mencapai puncaknya pada QS 5:3. Setelah Nabi wafat, dimulailah era khulafaur rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai tercipta.
Wa Allah a'lam bis Shawab.


Nadirsyah Hosen adalah dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Rabu, 22 Februari 2012

MANFAAT KOPI BAGI KESEHATAN

Manfaat Kopi Bagi Kesehatan

Berbicara mengenai kopi, banyak orang yang masih berpendapat bahwa kopi buruk bagi kesehatan. Sebenarnya hal itu tidak sepenuhnya benar. Kopi, asalkan dikonsumsi secara bijak, sebenarnya justru bermanfaat bagi kesehatan. Apa pun, bukan hanya kopi, bila dikonsumsi berlebihan pasti tidak baik.

Manfaat Kopi

'Coffee Club' photo (c) 2009, anthony_p_c - license: 
http://creativecommons.org/licenses/by/2.0/Menurut Harvard Women’s Health, konsumsi kopi beberapa cangkir sehari dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2, pembentukan batu ginjal, kanker usus besar, penyakit parkinson, kerusakan fungsi hati (sirosis), penyakit jantung serta menghambat penurunan daya kognitif otak.
  • Diabetes. Dua puluh studi yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa kopi mengurangi risiko diabetes tipe 2 hingga 50%. Para peneliti menduga penyebabnya adalah asam klorogenik di dalam kopi berperan memperlambat penyerapan gula dalam pencernaan. Asam klorogenik juga merangsang pembentukan GLP-1, zat kimia yang meningkatkan insulin (hormon yang mengatur penyerapan gula ke dalam sel-sel). Zat lain dalam kopi yaitu trigonelin (pro vitamin B3) juga diduga membantu memperlambat penyerapan glukosa.
  • Kanker. Riset secara konsisten menunjukkan bahwa kopi mengurangi risiko kanker hati, kanker payudara dan kanker usus besar.
  • Sirosis. Kopi melindungi hati dari sirosis, terutama sirosis karena kecanduan alkohol.
  • Penyakit Parkinson. Para peminum kopi memiliki risiko terkena Parkinson setengah lebih rendah dibanding mereka yang tidak minum kopi.
  • Penyakit jantung dan stroke. Konsumsi kopi tidak meningkatkan risiko jantung dan stroke.  Sebaliknya, kopi justru sedikit mengurangi risiko stoke. Sebuah studi atas lebih dari 83.000 wanita berusia lebih dari 24 tahun menunjukkan mereka yang minum dua sampai tiga cangkir kopi sehari memiliki risiko terkena stroke 19% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak minum kopi. Studi terhadap sejumlah pria di Finlandia menunjukkan hasil yang sama.
  • Fungsi kognitif. Studi atas 4.197 wanita dan 2.820 pria di Perancis menunjukkan bahwa meminum setidaknya tiga cangkir kopi sehari dapat menghambat penurunan fungsi kognitif otak akibat penuaan hingga 33 persen pada wanita. Namun, manfaat yang sama tidak ditemukan pada pria. Hal ini mungkin karena wanita lebih peka terhadap kafein.

Efek Negatif Kopi

Namun demikian, kopi juga memiliki efek negatif. Kafein sebagai kandungan utama kopi bersifat stimulan yang mencandu. Kafein mempengaruhi sistem kardiovaskuler seperti peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Dampak negatif itu muncul bila Anda mengkonsumsinya secara berlebihan.
Bagi kebanyakan orang, minum dua sampai tiga cangkir kopi tidak memberikan dampak negatif. Meminum kopi dengan frekuensi lebih dari itu bisa menimbulkan jantung berdebar-debar, sulit tidur, kepala pusing dan gangguan lainnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang mengkonsumsi kopi agar tidak mengantuk–misalnya karena kekurangan tidur– disarankan agar konsumsinya disebar sepanjang hari.
Riset mengenai hubungan konsumsi kopi dengan keguguran kandungan tidak memberikan kesimpulan seragam. Tetapi, untuk amannya ibu hamil disarankan tidak minum lebih dari satu cangkir kopi sehari.

KARYA ILMIAH : PERANAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK





KARYA ILMIAH
“PERANAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM”
Di buat sebagai persyaratan untuk mengikuti perkuliahan mata kuliah kapita selekta pendidikan
Oleh:
RIRIN AGUSTINA
NPM. 1059591
PRODI: PAI (Pendidikan Agama Islam)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2011


KATA PENGANTAR
           
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah  Swt. karena atas rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiayah ini. Karya ilmiah ini di buat sebagai pemenuhan mengikuti proses belajar mengajar mata kuliah KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN.
Dalam karya ilmiah ini penyusun  menjelaskan  tentang ‘’Peranan Keluarga Terhadap Pendidikan Anak Dalam Islam ‘’. Penyusun menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
Penyusun  berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi penyusun khususnya.  

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Metro,   November 2011
Penyusun

Ririn Agustina.





SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertada tangan dibawah ini:
Nama :  Ririn Agustina
NPM :  1059591
Prodi :   PAI
Kelas :   A
Semester :  III ( Tiga )
Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam karya ilmiah ini, benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan hasil karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.pendapat tau temuan orang lain yang terdapat dalam karya ilmiah ini di kutip atau di rujuk berdasarkan kode etik ilmiah.




Metro,    November 2011
Penyusun

Ririn Agustina

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................. iii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar belakang masalah........................................................................... 1
B.     Rumusan masalah.................................................................................... 2
C.     Tujuan penulisan...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A.    Pengertian keluarga................................................................................. 3
B.     Konsep keluarga dalam islam.................................................................. 4
C.     Fungsi keluarga....................................................................................... 4
D.    Peran keluarga......................................................................................... 7
E.     Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak.......................... 12
F.      Kewajiban dan hak orang tua terhadap anaknya.................................. 14
G.    Metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak.......................... 15
BAB III PENUTUP......................................................................................... 22
A.    Kesimpulan............................................................................................ 22
B.     Saran...................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Berbicara tentang pendidikan dalam setiap sistem pendidikan tidak akan terlepas dari dasar/  konsep, dan tujuan- tujuan kebijaksanaan, kurikulum, metode dan alat yang di gunakan oleh prose situ dalam proses tersebut. Begitu pula tidak terlepas tentang institusi- institusi yang menjalankan proses pendidikan / member sumbangan terhadap perkembanganya,
Orang-orang yang mengelola proses itu dan orang-orang tang dilibatkan oleh prose itu termasuk murid-murid dan orang-orang yang menjadi sandaran pendidikan dan usaha yang di curahkan dalam proses tersebut sebab semua ini adalah aspek-aspek bagi proses pendidikan.
Dalam hal ini akan di bahas tentang sebagian aspek-aspek itu secara mendalam, diantara aspek-aspek yang akan dibahas adalah institusi- institusi pendidikan, orang- orang yang mengelolakan dan mengendalikanya. Dan oarng-orang yang megambil dan menerima faedah dan mangfaat dari pendidikan tersebut dlam rangka sisetm islam
Sehingga dalam membicarakan ketiga aspek ini,akan dipilih sebagian kecil saja yaitu keluarga berkeneen dengan aspek instintusi-instintusi pendidikan, orang tua berkeneen dengan aspek pengelola-pengelola dan pengendali-pengendali proses pendidikan dan yang berakhir adalah anak-anak berkenaan dengan aspek orang-orang yang menerima manfaat dari proses pendidikan tersebut.keluarga merupakan pendidik utama bagi anak-anaknya,bagi kita mengkaji berbagai riwayat dan hadits perkenaan dengan hal ini,kita temukan adanya perkenaan-perkenaan bahwa pendidikan anak merupakan bagian dari dari hak anak-anak dalam riwayat,Rosulullah saw mengatakan: “hal anak atas ayahnya adalah ayahnya mengajarinya Alqur’an dan memanah dan hendaknya tidak member makan kecuali dari yang halal”
B.       Rumusan masalah
1.      Apa pengertian keluarga?
2.      Bagai mana konsep keluarga dalam islam?
3.      Apa saja fungsi keluarga?
4.      Ap saja peran keluarga dalam pendidikan?
5.      Apa saja yang menjadi tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya?
6.      Apa saja hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya?
7.      Apa saja metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui arti dari pada keluarga
2.      Untuk mengetahui konsep keluarga dalam islam
3.      Untuk mengetahui fungsi keluarga
4.      Untuk mengetahui paran keluarga dalam pendidikan
5.      Untuk mengetahui tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan anak-anaknya
6.      Untuk mengetahui hak dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya
7.      Untuk mengetahui metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak



BAB II
PEMBAHASAN
PERANAN KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

A.    Pengertian keluarga
Dalam kamus bahasa besar bahasa Indonesia di sebutkan ‘’Keluarga’’ : ibu bapak dengan anak-anaknya,satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.[1] keluarga merupakan  sebuah  institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujud kan kehiduapn yang tentram,aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya.Dalam al-Quran di jumpai beberapa kata yang mengarah pada ‘’Keluarga’’ Ahlul bait di sebut  keluarga rumah tangga Rosululloh SAW (Al-ahzab  33) . Keluarga perlu di jaga ( At-tahrim 6)keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan kasih sayang. Menurut Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, istri,anak-anak  dan keturunan mereka,kakek, nenek, saudara-saudara  kandung dan anak-anak mereka , dan mencakup pula saudara kakek , nenek ,paman ,dan bibi serta anak mereka (sepupu).[2] Menurut psikologi , keluarga bisa di artikan sebagai dua orang yang berjanji bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang terkait karena sebuah ikatan batin , atau hubungan perkawinan yang kemudian melahir kan ikatan sedarah , terdapat pula nilai ke sepahaman , watak ,kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman ,menganut  ketentuan  norma , adat , nilai yang di yakini dalam membatasi keluarga dan  yang bukan keuarga. Keluarga dalam masyarakat timur ,di pandang sebagai  lambang kemandirian , kerena awalnya  seseorang  masih memiliki ketergatungan pada orang tua maupun keluarga besarnya, maka perkawinan sebagai pintu masuknya keluarga baru menjadi awal memulainya tanggung jawab baru dalam babak kehidupan baru.
B.     Konsep Keluarga Dalam Islam
Pembentukan keluarga dalam islam bermula dengan terciptanya hubungan suci yang menjalin seorang lelaki dan seorang perempuan melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya. Oleh sebab itu kedua suami isteri itu merupakan dua unsure utama dalam keluarga. Jadi keluarga dalam pengertiannya yang sempit merupakan suatu unit social yang terdiri dari seorang suami dan seorang isteri, atau dengan kata lain keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang lelaki dan seorang perempuan yang bersifat terus-menerus di mana yang satu merasa tenteram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama dan masyarakat. Dan ketika kedua suami isteri itu dikaruniai seorang anak atau lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga tersebut disamping dua unsur sebelumnya.
Masing-masing unsure yang tiga ini, yaitu suami, iteri, dan anak mempunyai peranan penting dalam membina dan menegakkan keluarga, sehingga kalau salah satu unsur itu hilang, maka keluarga menjadi goncang dan keluarga kehilangan keseimbangan.
Tentang pentingnya unsure anak-anak ini sendiri banyak ayat-ayat Al Qur-an dan Hadits yang menegaskan bagaimana tabiat manusia suka mempunyai anak sebagai salah satu perhiasan hidup dan sumber kebahagiaan umat manusia jika kanak-kanak itu saleh’ Seperti firman Allah s.w.t “Harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup didunia, sedang amalan kekal lagi saleh itu adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi pengharapan”. (Al-Kahf : 46). Sabda Rasulullah s.a.w. “Sebaik-baiknya wanita adalah yang banyak anak” (R. Al Baihaqi). Juga sabda Rasululah s.a.w. “Anak-anak adalah harum-haruman syurga”.

C.    Fungsi-fungsi keluarga
Secara sosiologis, Djudju Sudjana (1990)3  mengemukakan tujuh macam fungsi keluarga, yaitu:
1.      Fungsi biolagis
2.      Fungsi edukatif
3.      Fungsi religious
4.      Fungsi protektif
5.      Fungsi sosialisasi
6.      Fungsi rekreatif
7.      Fungsi ekanomis

1.      Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar memperoleh keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab. Fungsi biologis inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang, sebab fungsi ini diatur dalam suatu norma perkawinan [3]yang diakui bersama.
2.      Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan ruhani dalam dimensi kognisi, afektif maupun skill, dengan tujuan untuk mengembangkan aspek mental spiritual, moral, intelektual, dan professional. Pendidikan keluarga islam didasarkan pada Al-Tahrim:6 “
Artinya ’’ Jagalah  dirimu dan keluarga mu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. ‘’
Fungsi edukatif ini merupakan bentuk penjagaan hak dasar manusia dalam memelihara dan mengembangkan potensi akalnya. Peningkatan pendidikan generasi penerus berdampak pada pergeseran relasi dan peran-peran angota keluarga. Karena itu bisa terjadi suami belajar kepada istri, bapak atau ibu belajar kepada anaknya, namun teladan baik dan tugas- tugas pendidikan dalam keluarga tetap menjadi tanggung jawab kedua orang tua.dalam Hadis ini Nabi   di tegas kan.
 Setiap anak l ahir dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani, majusi. ‘’(HR,Ahmad Thabrani ,dan Baihaqi) ‘’
3.      fungsi religius,keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui  pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta iklim keagamaan di dalamnya. Dalam Q.S Lukman :13   
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dengan demikian keluarga merupakan awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhanya.
4.      fungsi protektif , di mana keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala pengaruh negative yang masuk di dalmnya.
5.      Fungsi sosialisasi adalah berkaitan  dengan mempersiapakan anak menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal baik inter relasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam menyikapi masyarakat yang pluralistik lintas suku , agama, budaya, bahasa meupun jenis kelaminya.
6.      Fungsi rekreatif , bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan kesejukan dan melepas lelah dari seluruh aktifitas masing-masing anggota keluarga .Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan , saling menghargai, menghormati,dan  menghibur masing-masing anggota keluraga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih sayang  dan setiap anggot keluarga merasa ‘’ rumahku adalah surgaku ‘’.
7.      Fungsi ekonomis,yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana keluarga memiliki aktivitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan bagaimana memangfaatkan sumber-sumber penghasilan dengan baik, mendistribusikan secara adil dan proporsiona,serta dapat mempertanggungjawabkan kekayaan dan harta bendanya secara social maupun moral.
Di tinjau dari ketujuh fungsi keluarga tersebut ,maka jelaslah bahwa keluarga memiliki fungsi yang vital dalam pembentukan individu. Oleh karena itu  keseluruhan fungsi tersebut harus terus menerus dipelihara. Jika salah satu dari fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan, maka akan terjadi ketidak keharmonisan dalam system keteraturan dalam keluarga.
D.    Peran keluarga
Di lihat dari segi pendidikan , keluarga merupakan satuan  kesatuan hidup ( sistem sosial), dan keluraga menyediakan situasi belajar.
Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluraga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ikatan kekeluragaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan ,cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplian ,tingkah laku yang baik, serta pengakuan  akan kewibawaan[4].
Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi belajar , dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat bergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, sosial, dan moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua.


Sumbangan keluarga bagi pendiidkan anak adalah sebagai berikut.
1.      Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri , seperti cara makan,buang air, berbicara, berjalan, berdoa,sungguh-sungguh membekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi.
2.      Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak .sikap meneriman  atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh,sikap sabar atau tergesa-gesa,sikap melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi reaksi emosional anak
Sangat wajar dan logis jika tanggung jawab pendidikan terletak di tangan kedua orang tua dan tidak bisa di pikulkan kepada orang lain kaerna ia adalah darah dagingnya, kecuali berbagai keterbatasan kedua orang tua ini. Maka sebagai tanggung jawab pendidikan dapat dilimpahkan kepada orang lain, yaitu melalui sekolah.
Untuk tambah memperjelas tentang peranan keluarga dalam bidang-bidang ini kita dapat bicarajan masing-masing seperti di bawah ini[5]:
1.      Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Bagi Anak-anaknya
Keluarga mempunyai peranan penting untuk menolong pertumbuhan anak-anaknya dari segi jasmani, baik aspek perkembangan ataupun aspek perfungsian. Begitu juga dalam hal memperoleh pengetahuan, konsep-konsep, ketrampilan-ketrampilan, kebiasaan-kebiasaan,  dan sikap terhadap kesehatan yang harus dipunyai untuk mencapai kesehatan jaasmani yang sesuai dengan umur, menurut kematangan, dan pengamatan mereka.

Di antara cara-cara yang dapat menolong untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan  anak-anak adalah: memberi peluang yang cukup untuk menikmati susu ibu, jika kesehatan ibu membolehkan yang demikian. Menjaga kesehatan dan kebersihan jasmani dan pakaiannya dan melindunginya dari serangan angin, panas, terjatuh, kebakaran, tenggelam; meminum bahan-bahan berbahaya, dan lain-lain sebagainya.

Dalam menjalankan tugas-tugas ini terhadap pendidikan anak-anaknya keluarga Islam merasa bahwa ia telah menunaikan salah satu tugas yang diwajibkan oleh agama Islam. Firman Allah s.w.t.: “Bersihkanlah pakaianmu. Jagalah kesehatan”. (Al-Mudatsir:4,5).
Sabda Rasulullah s.a.w juga : “Hendaklah setiap muslim mandi sekali dalam tujuh hari”.
2.      Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Akal (Intelektual) Kanak-kanak.
Di antara cara-cara yang dapat dilalui oleh keluarga untuk memainkan peranannya dalam pendidikan ini adalah: mempersiapkan rumah tangga dengan segala macam perangsang ini adalah permainan-permainan pengajaran yang bertujuan gambar-gambar, buku-buku, dan majalah-majalah yang menyebabkan anak-anak gemar menelaah kandungan buku-buku dan majalah-majalah dan bersedia untuk membaca sebelum ia belajar membaca dan menulis.

Sesudah anak-anak masuk sekolah tanggungjawab keluarga dalam pendidikan intelektual bertambah luas. Sekarang menjadi kewajiban keluarga dalam bidang ini adalah menyiapkan suasana yang sesuai dan menggalakkan untuk belajar, mengulangi pelajaran, mengerjakan tugas.
3.      Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Psikologikal dan Emosi
Di antara bidang-bidang di mana keluarga dapat memainkan peranan penting adalah pendidikan psikologikal dan emosional. Melalui pendidikan itu keluarga dapat menolong anak-anaknya dan anggota-anggotanya secara umum untuk menciptakan pertumbuhan emosi yang sehat, menciptakan kematangan emosi yang sesuai dengan umurnya, menciptakan penyesuaian psikologikal yang sehat dengan dirinya sendiri dan dengan orang-orang lain  di sekelilingnya. Begitu juga dengan menumbuhkan emosi kemuliaan yang mulia, seperti cinta kepada orang lain, mengasihani orang lemah dan teraniaya, menyayangi dan mengasihani orang fakir miskin, kehidupan emosi yang rukun dengan orang-orang lain  dan menghadapi masalah-masalah psikologikal secara positif dan dinamis.

Di antara cara-cara yang dapat digunakan oleh keluarga untuk mendidik anak-anaknya dari segi psikologi adalah bahwa ia memberi mereka segala peluang untuk menyatakan diri, keinginan, fikiran dan pendapat mereka dengan sopan dan hormat, disamping menolong mereka berhasil dalam pelajaran dan menunaikan tugas yang dipikulkan kepadanya.
4.      Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Agama Bagi Anak-anaknya
Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan upacara-upacaranya. Begitu juga membekalkan kanak-kanak dengan pengetahuan agam adan kebudayaan Islam  yang sesuai dengan umurnya dalam bidang-bidang akidah, ibadat, muamalat, dan sejarah.

Di antara cara-cara  praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak-anak adalah cara-cara berikut:
a)      Memberi tauladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang dengan ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu
b)      Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging
c)      Menyiapkan Suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada
d)     Membing mereka membaca bacaan- bacaan agam yang berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan  Alloh dan mahluk- mahluk untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungannya.
e)      Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas- aktivitas agama, dan lain-lain lagi caracara lain.
Ketika keluarga menunaikan hal-hal tersebut di atas, sebenarnya ia menurut kepada petunjuk dari Al-quran, sunnah nabi SAW. Dan peninggalan Assalaf-Assaleh yang semuanya mengajak untuk melaksanakan pendidikan.
Sabda rosululloh SAW ‘’ perintahlah anak- anakmu bersembahyang ketika mereka berumur tujuh tahun. Pukulah mereka kalau tidak mau jika mereka berumur sepuluh tahun. Dan pisahkan lah mereka dalam pembaringan.’’ ( H.R. Abu Daud, AL-Turmudzi ,ahmad dan AL-hakim.)
Sabda rosululloh SAW “ ajarkanlah kepada anak anakmu tiga hal mencintai nabi, mencintai keluarga nabi, dan membaca al-quran.
5.      Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Akhlak Bagi Anak-Anak
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan ahlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya, oleh sebab mereka mendapat pengaruh daripaadanya atas segala tingkah lakunya, oleh sebab itu haruslah keluarga mengambil berat tentng pendidikan ini, mengajar mereka ahlak yang mulia yang diajarkan islam seperti kebenaran, kejujuran, keikhlasan , kesabaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, berani dan lain sebagainya, firman Allah SWT “jika engkau (hai Muhammad) kasar bengis tentu mereka akan meninggalkanmu (Al Imran: 159).
Diantara kewajiban keluarga dalam hal ini adalah
a.       Member contoh yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang teguh kepada ahlak mulia
b.      Menyediakan bagi anak-anaknya peluang-peluang dan suasana  praktis dimana mereka dapat mempraktekan ahlak yang diterima dari orang tuanya
c.       Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anaknya supaya mereka merasa bebas memilih dalam tindak tanduk
d.      Menunjukan bahwa kelarga selalu mengawasi mereka  dengan sadar dan bijaksana
e.       Menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng an tempat-tempat kerusakan dan lain-lain lagi cara keluarga dapat mendidik akhlak anak-anaknya.
6.      Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Sosial Kanak-Kanak
Diantara cara-cara yang petut digunakan oleh keluarga dalam mendidik anak-anaknya dari segi social politik dan ekonomi adalah
a.       Memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya dalam tingkah laku social yang sehat berdasar pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama
b.      Menjadikan rumah itu sebagai tempat dimana tercipta hubungan-hubungan social yang berhasil
c.       Menjauhkan mereka dari sifat manja dan berfoya-foya dan jangan menghina dan merendahkan mereka-mereka dengan kasar sebab sifat memanjakan dan kekerasan itu merusak kepribadian anak-anak.
d.      Memperlakukan mereka dengan lemah lembut dengan menghormatinya didepan kawan-kawannya tetapi jangan melepaskan kekusaan kebapaan mereka terhadap anak-anaknya.
e.       Menolong anak-anaknya menjalin persahabatan yang mulia dan berhasil sebab manusia turut menjadi baik karena berkawan dengan orrang soleh seperti kata pepatah
f.       Bersifat adil diantara mereka
Diantara dalil- dalil agama  yang menajdi dasar kelarga muslim dalam mendidik anak-anaknya dari segi social adalah   
Sanda rasulullah SAW kepada Aisyah r.a “hendaklah kau bersifat lemah lembut sebab lemah lembut jika ia berada pada sesuatu ia menghiasinya sedangnya jika meninggalkan sesuatu ia merusakannya (H.R Al Bukhari Dalam Al Adab Al Mufrad) juga sabda Rasulullah “bertakwalah kamu kepada Allah dan berbuat adilah antara anak-anakmu”
E.     Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Orang tua merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bebtuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbale balik antara orang tua dan anak.
Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan aanak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya, seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik.
Penaruh ayah terhadap anak besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utam, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya.
Dalam kehidupan masyarakat, kita melihatseorang perempuan meraih gelar pendidikan sarjana atau dibawahnya. Hanya saja ia tidak tau bagaimana cara menggendong anak kecil yang masih menyusu. Kesalahan yang demikian ini kembali kepada ibunya karna tidak pernah mengajarkan hal itu kepada putrinya. Gelar sekolah dianggap suatu kelebihan bagi pribadi seorang wanita tapi ketidak tauan cara hidup berumah tangga merupakan kekuranganyang merugikan bagi seorang istri.
Seorang ibu wajib mendidik anak putrinya prinsip-prinsip mengatur rumah tangga, cara meladeni suami dan cara menyambutnya dengan wajah ceria. Seorang ibu hendaknya memantau tingkah laku anak perempuannya dan mengenali teman-teman dekatnya. Janganlah dibiarkan berlalu tanpa mengetahui tempat-tempat yang dikunjungi oleh anaknya.
Seorang ayah hendaknya jangan pergi ke tempat tidur sebelum merasa tenang melihat keadaan anaknya. Seorang ayah harus duduk bersama dan memberitahukan apa yang bermanfaat untuk masa depannya. Jika kelak anaknya jadi seorang pengusaha hendaknya ayah mengingatkan agar tidak mengumpulkan harta haram.
Pada dasarnya kenyataan-kenyataan yang dikemukakan di atas itu berlaku dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga dengan yang bagaimanapun juga keadaannya. Hal itu menunjukkan cirri-ciri dari watak rasa tanggung jawab setiap  orang tua atas kehidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan mendatang. Karenalah tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul terhadap orang tua. Apakah tanggung jawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh hatinya atau tidak, hal itu adalah merupakan “fitrah” yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Mereka tidak bisa mengelakkan tanggung jawab itu karena telah merupakan amanah Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.
Pertama-tama yang diperintahkan allah kepada nabi Muhammad dalam mengembangkan agama islam adalah untuk mengajarkan agama itu kepada keluarganya, baru kemudian kepada masyarakat luas. Hal itu berarti di dalamnya terkandung makna bahwa keselamatan keluarga harus lebih dahulu mendapat perhatian atau harus didahulukan ketimbang keselamatan masyarakat. Karena keselamatan masyarakat pasa hakikatnya bertumpu pada keselamatan keluarga. 
Firman Allah: "dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,"(Q.S. Asy-Syuara’ 214).
Demikian pula Islammemerintahkan agar para orang tua berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya serta berkewajiban untuk memelihara keluarganya dari api neraka, sebagaimana Firman Allah: 
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….” (Q.S. At-Tahrim 6).
Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua ssekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka[6]:
1)      Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan marupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2)      Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
3)      Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4)      Membahagiakan anak, baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.

F.     Kewajiban dan  Hak Orang tua Terhadap Anak nya
1.      Kewajiban-kewajiban Orang tua Terhadap Anak-anaknya[7]
a.       Bahwa si bapak memilih isteri yang bakal menjadi ibu bagi anak-anaknya ketika ia berminat hendak kawin, sebab ibu itu mempunyai pengaruh besar pada pendidikan anak dan padaa tingkahlaku mereka, terutama pada awal masa kanak-kanak, di mana ia tidak kenal siapa-siapa kecuali ibunya yang menyediakan makanan, kasih-sayang dan kecintaan. Sabda Rasulullah s.a.w.: “Pilihlah bakal isterimu sebab darah itu menurun”.
b.      Ia memiliki nama yang baik bagi anaknya, terutama jika ia seorang lelaki. Sebab nama baik itu mempunyai pengaruh positif atas kepribadian manusia, begitu juga atas tingkah laku, cita-cita dan angan-angannya.
c.       Memperbaiki adap dan pengajaran anak-anaknya dan menolong mereka membina aqidah yang betul dan agama yang kukuh. Sabda Rasulullah s.a.w.: “Hak anak kepada orang tuanya ada tiga: memberi namanya yang baik, mengajarkannya menulis, dan mengawinkannya bila ia telah baligh” (Al Thabrani dalam Makarim al Akhlaq). “Barang siapa diberi rezeki oleh Allah seorang wanita saleh maka Allah telah menolongnya dengan separuh agamanya”. (H.R. Al Hakim dalam al mustahak).
d.      Orang lain harus memuliakan anak-anaknya berbuat adil dan kebaikan diantara mereka.
e.       Orang tua bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat yang berusaha menyadarkan dan memelihara kanak-kanak dan remaja untuk memelihara anak-anaknya dari segi kesehatan, akhlak dan social. Juga melindungi mereka dari segala yang membahayakan badan dan akalnya.
f.       Supaya orang tua memberikan contoh yang baik dan tauladan yang saleh atas segala yang diajarkannya. Juga mereka harus menyediakan suasana rumah tangga yang saleh, bebas dari kerisauan, pertentangan dan pertarungan keluarga dalam soal-soal pendidikan anak.
2.      Hak-hak Orang tua Terhadap anak-anaknya dalam Pendidikan Islam[8]
a.       Bahwa anak-anak meladeni orangtuanya dengan baik, lemah-lembut berkata, menyayangi kelemahannya, dan selalu menimbulkan rasa hormat, penghargaan, dan syukur atas jasa-jasa bakti mereka terhadapnya, mematuhi perintah-perintahnya kecuali kalau menyuruh kepada maksiat.
b.      Bahwa anak-anak member pemeliharaan, perbelanjaan dan memelihara kehormatan ibu-bapak tanpa mengharap bayaran dari mereka
c.       Bahwa anak-anak memungkinkan orangtuanya nenunaikan ibadat haji yang tidak sanggup mereka mengerjakannya dengan harta mereka sendiri. Dalam hubungan rapat dengan mereka dan kaum kerabat yang tidak ada hubungan kecuali melalui ibu-bapak. Mereka juga harus mendoakan orangtunya semasa masih hidup dan sesudah matinya, dan selalu melanjutkan kebaikannya dengan orang-orang yang menjadi sahabat ibu-bapaknya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jika anak Adam meninggal maka amalnya telah terputus, kecuali tiga hal: sadaqah jariyah (sadekah yang digunakan terus), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan kepadanya”. (Al Bukhari)

G.    Metode Pendidikan yang Berpengaruh terhadap Anak
Metode-metode yang berpengaruh terhadap anak meliputi sebagai berikut[9]:
1)      Pendidikan dengan keteladanan
2)      Pendidikan dengan adat kebiasaan
3)      Pendidikan dengan nasehat
4)      Pendidikan dengan memberi perhatian
5)      Pendidikan dengan memberi hukuman

1)      Pendidikan dengan keteladanan
Masalah keteladanan menjadi factor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik pembohong, khianat, kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.
 Allah Swt. juga mengajarkan bahwa rasul yang diutus untuk menyampaikan risalah samawi kepada unat manusia, adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya, belajar darinya, memenuhi panggilannya, menggunakan metodenya dalam hal kemuliaan, keutamaan dan ahklak yang terpuji. 
" Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik" (Al Ahzab:21)
2)      Pendidikan dengan adat kebiasaan
Adapun tentang metode Islam dalam memperbaiki anak-anak, adalah mengacu pada dua pokok: Pengajaran
a.       Pembiasaan
Yang dmaksud dengan pengajaran adalah upaya teoritis dalam perbaikan dan pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembentukan (pembinaan) dan persiapan. Setelah diketahui bahwa kecendrungan dan naluri anak-anak dalam pengajaran dan pembiasaan adalah sangat besar dibanding usia lainnya, maka hendaklah para pendidik, ayah, ibu, dan pengajaran, memusatkan perhatian pada pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya, sejak ia mulai memahami realita kehidupan ini. 
“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan salat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan, ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”.
Ini juga termasuk teoritis. Segi praktisnya adalah mengajari anak-anak tentang hukum salat, bilangan rakaatnya tata cara mengerjakannya dengan berjamaah di masjid, sehingga salat haknya merupakan kebiasaan yang tidak terpisahkan.
Seperti diriwayatkan oleh Thabrani dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw bersabda:


Didiklah anak-anakmu pada tiga hal: cinta kepada Nabi kamu, cinta kepada ahli baitnya, dan membaca Al Quran”.
Ini juga segi teoritis. Sedang praktisnya adalah, agar pendidik mengumpulkan anak didik dan membacakan kepada mereka sejarah kehidupan Rasulullah saw, ahli bait dan sahabatnya, termasuk kepribadian tokoh dan pemuka-pemuka sejarah Islam, di samping mengajari mereka untuk membaca Al Quran. Dengan demikian, anak-anak mengikuti orang-orang terdahulu dalam kepahlawanan dan jihad-nya. Jiwa dan perasaan anak-anak terkait dengan sejarah Islam dan dengan Al Quran sebagai undang-undang serta pedoman hidup.
Ada hal-hal penting yang harus diketahui oleh para pendidik dalam hal mengajarkan kebaikan kepada anak-anak dan membiasakan mereka berbudi luhur. Yaitu mengikuti metode pemberian dorongan dengan kata-kata baik dan memberikan hadiah. Terkadang memakai metode pengenalan untuk disenangi (targhib), dan dengan metode pengenalan untuk dibenci (tarhib).
Para pendidik dengan segala bentuk dan keadaannya, jika mengambil metode Islam dalam pendidik kebiasaan, membentuk akidah, dan budi pekerti, maka pada umumnya, anak-anak akan tumbuh dalam akiidah Islam yang kokoh serta akhlak  yang luhur, sesuai dengan ajaran Al Quran. Bahkan memberikan teladan kepada orang lain, dengan berlaku yang mulia dan sifatnya yang terpuji. Karena itu para pendidik hendaknya menyingsingkan lengan baju untuk memberikan hak pendidikan bagi anak-anak dengan pengajaran, pembiasaan, dan pendidikan akhlak. Jika mereka telah melaksanakan upaya ini, berarti mereka telah menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya.
Pendidikan dengan mengajarkan dan pembiasaan adalah pilar terkuat dalam pendidikan dan metode paling efektif dalam membentuk iman anak serta meluruskan akhlaknya. Tidak diragukan, bahwa pendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah paling menjamin untuk mendatangkan hasil. Sedangkan mendidik dan melatih setelah dewasa sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan.
3.      Pendidikan dengan nasihat
Nasihat dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia,serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kita mendapatkan Al Quran memakai metode ini, yang berbicara pada jiwa-jiwa, dan mengulang-ulangnya dalam beberapa ayat.
Di bawah ini adalah contoh Al Quran yangberulang-ulang dalam menuturkan nasihat dan peringatan.
Allah berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia member pelajaran kepadanya. ‘Hai anakku, janganlah kamu menyukutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’. Dan Kami perintahkan kepada manusia (barbuat baik) kepadaibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukur kepada Ku dan kepada duaorang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(Al Lugman 13)
Hendaknya pendidik mengambil metode Al-Quran dalam berbicara kepada orang lain dan mengajak kepada kebaikan, karena Alquan adalah kitab mulia yang terbebas dari  kebatilan. Seperti keharusan bercermin kepada pembawa risalah yang kekal abadi, Muhamad SAW dalam tata cara memberikan nasehat dan petunjuknya. Sebab beliau bersifat ma’shum, yang tidak berkata-kata menurut hawa nafsunya dan tak seoarang pun akan sampai kepada kesempurnaan dan martabatnya.
4.      Pendidikan dengan perhatian / pengawasan
Yang di maksud pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral, pesiapan spiritual , dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.
Islam, dengan keunivrersalan prnsipnya dan peraturanya yang abadi, memerintah para bapak,ibu, dan pendidik, untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawasi anak-anaknya, dalam segala segi kehidupan dan pendidikan tang universal.
 
1.      Perhatian segi keimanan Anak
Para pendidik hendaknya memperhatikan apa yang dipelajari anak prinsip, pikiran, dan keyakinan yang diberikan oleh para pembimbingnya, dalam uapaya pengarahan dan pengajaranya, baik disekolah atau di luar sekolah.
Para pendidik hendaknya memperhatikan apa yang di baca anak, buku, majalah, dan brosur-brosur. Jika didalamnya terdapat pikiran-pikiran menyeleweng, prinsip-prinsip atheis dan kristenisasi,maka hendaknya segera merampasnya. Disamping itu memberi pengertian kepada anak bahwa didalamnya terdapat sesuatu tyang membahayakan kemurnian iman. Juga memperhatikan teman-teman sepergaulanya.
Disamping itu para penidik hendaknya memperhatikan partai dan organisasi yang menjadi ajang aktivitas anak. Jika ternyata organisasi atheis dalam prinsip dan pengarahnya, tujuan dan orientasinya, maka segeralah pendidik melarang dan meningkatkan pengawasanya, gunakanlah kesempatan untuk memberikan pengertian dan pengarahan kepada si anak. Sehingga ia kembali kepada yang hak, kepada petunjuk, berjalan pada jalan yang lurus.



2.      Perhatian Segi Moral Anak
Para pendidik hendaknya memperhatikan sifat kejujuran anak. Jika ketahuan bahwa anak suka berdusta dalam ucapan, dan janjinya, mempermainkan kata-kata dan ucapan, tampil dalam masyarat dengan penampilan munafik dan pendusta, maka pendidik harus segera menagani persoalan yang ia perlakukan itu.
Karenanya hendaknya kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaulan dengan orang lain, sikap emosi, dan segala sesuatunya. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang mukmin yang bertaqwa, disegani, dihormati, dan terpuji.
5.      Pendidikan dengan memberi hukuman
Di bawah ini metode yang di pakai islam dalam upaya memberi hukuman kepada anak:
a.       Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak, bukhari dalam adabul mufrid meriwayatkan:hedaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras serta keji.”
b.      menjaga tabiat anak yang salah dan menggunakan hukuman
anak-anak, di lahat dari segi kecerdasannya berbeda, baik kelenturan maupun pemberian tanggapannya. Juga berbeda dari segi pembawaan tergantung pada perbandingan masing-masing. Diantara mereka ada yang berpenampilan tenang, ada pula yang berpembawaan emosional dank keras.ada yang berpembawaan tersebut. Dan semua itu tergantung pada keturunan, pengaruh lingkungan, faktor-faktor pertumbuhan, dan pendidikan.
Sebagian anak, hanya cukup dengan menampilkan muka cembrutdalam melarang dan memperbaikinya. Anak lain tidak bisa dengan cara itu, harus dengan kecaman. Bahakan terkadang pendidik perlu menggunakan tongkat untuk di hadiahkan kepada anak itu sebagai hukuman yang membuatnya jera.
Tetapi pendidik hendaknya bijaksana dalam menggunakan cara hukuman yang sesuai tidak bertentangan dengan tingkat kecerdasan anak, pendidikan dan pembawaanya. Disamping itu , hendaknya ia tidak segera mengunakan hukuman kecuali setelah menggunakan cara-cara lain, hukuman adalah cara yang paling akhir.
Dalam upaya pembenahan hendaknya di lakukan secara bertahap, dari yang ringan hingga yang paling keras. Bahwa pendidikan dengan menggunakn hukuman adalah cara yang paling akhir. Ini berarti bahwa disana terdapat beberapa cara dalam memperbaiki dan mendidik.
Pendidik harus memperlakukan anak dengan perlakuan yang sesuai dengan tabiat dan pembawaanya serta mencari faktor yang menyebabkan kesalahan. Hal ini menmbantu pendidik dalam upaya menyingkap sebab penyimpangan anak, agar di temukan cara terbaik untuk memperbaikinya.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil didalam massyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewudkan kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam susasana cinta dan kasih sayang di antara anggotanya.
Keluarga mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah:
1.      Fungsi biologis
2.      Fungsi edukatif
3.      Fungsi Religious
4.      Fungsi protektif
5.      Fungsi protektif
6.      Fungsi sosialisaai
7.      Fungsi rekreatif
8.      Fungsi ekonomis
Selain fungsi di atas keluarga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anak- anaknya dapat hal pendidikan tanggung jawab tersebut meliputi
1.      Memelihara dan membesarkan anak
2.      Melindungi dan menjamin kesehatannya
3.      Memberi pengajaran atau pendidikan
4.      Membahagiakannya, baik dunia maupun akhirat
Begitu pula hak dan kewaajiban orang tua terhadap anaknya yaitu:
1.      Kewajiban orang tua terhadap anaknya
a)      Si ayah harus memilih istri yang baik yang bakal menjadi ibu bagi anak-anaknya
b)      Ayah/Ibu harus memberi atau memilih nama yang baik bagi anak-anaknya
c)      Memberikan pengajaran dan membina aqidahnya
d)     Orangtua harus mengajarkan anak-anaknya berbuat adil dan kebaikan diantara mereka
e)      Orangtua bekerja sama dalam lembaga-lembaga lain dalam masyarakat guna untuk mengembangkan potensi atau bakat si anak
f)       Orangtua harus memberikan contoh yang baik diatas segala yang diajarkannya
2.      Hak orangtua terhadap anaknya
a)      Anak harus menghormatinya, meladeninya dengan baik, lemah lembut dalam berkata dan mematuhi perintahnya kecuali untuk maksiat